Kamis, 17 Februari 2011

Madona Gugat Kejaksaan Agung

Rabu, 31 January 2007
Kejaksaan dianggap menjual dan mengalihkan asset yang pernah dijadikan barang bukti dalam perkara pidana.
Suatu perseoran terbatas bernama PT Madona Sewing Machine Manufacturers Limited (Madona) menggugat Bank Permata, Kejaksaan Agung, dan 35 pihak lain ke PN Jakarta Selatan. Para tergugat dinilai telah melakukan perbuatan melawan hukum dalam pengalihan dan penjualan tanah ribuan hektare objek sengketa di Kelurahan Tanjung Selatan. Tadinya, tanah itu dijadikan jaminan kredit. Ketika perkara pidana mencuat, surat-surat tanah disita Kejaksaan Agung.

Lantaran menyangkut perkara perkreditan, jual beli, hak waris, dan pidana korupsi, akhirnya  perkara ini beranak pinak. Tidak aneh kalau tergugatnya begitu banyak, sampai 37 pihak.

Versi Madona, Kejaksaan Agung telah menyita uang Rp406 juta dari Lioe Nam Khiong (tergugat III). Uang tersebut merupakan �cicilan' pembayaran uang pengganti dari Lee Darmawan alias Lee Chin Kiat. Pada tahun 1992, Lee divonis 12 tahun penjara dalam perkara tindak pidana korupsi dan diwajibkan membayar uang pengganti Rp85 miliar.

Menurut pengacara Madona, setelah mendapatkan uang Rp406 juta tersebut, Kejaksaan mengalihkan lima pucuk surat tanah berupa Verponding Indonesia kepada Lioe Nam Khiong. Padahal, Verponding itu diklaim telah dibeli oleh Lee Darmawan pada dekade 1980-an dari keluarga pemilik asal tanah (Munawar bin Salbini). Lee membeli tanah atas kuasa dari direksi perseoran PT Madona. Dengan demikian, Verponding itu menjadi asset perseroan, bukan milik Lee pribadi. Pada dasarnya, tanah itu adalah milik PT Madona, tandas Rudy Sihombing, pengacara perseroan.

Pengalihan Verponding itulah yang dipersoalkan oleh Madona. Sebab, tidak ada hubungan hukum antara Lioe Nam Khiong dengan Lee Darmawan. Madona merujuk pada pasal 46 ayat (1) huruf a KUHAP: Benda yang dikenakan penyitaan dikembalikan kepada orang atau kepada mereka dari siapa benda itu disita, atau kepada orang atau kepada mereka yang paling berhak apabila (a) kepentingan penyidikan dan penuntutan tidak memerlukan lagi.

Ketika perkara pidana korupsi Lee Darmawan sedang diproses, JPU �kala itu Chairuman Harahap�tidak menggunakan Verponding tersebut sebagai alat bukti.

Kejaksaan Agung menepis tuduhan telah melakukan perbuatan melawan hukum (PMH). Dalam jawaban yang disampaikan ke PN Jakarta Selatan, Kejaksaan mengatakan gugatan Madona prematur. Kalaupun benar Kejaksaan mengalihkan barang bukti kepada pihak yang salah, seharusnya masuk kategori penggelapan (pasal 385 KUHP). Faktanya, hingga saat ini belum ada putusan pengadilan yang menyatakan Kejaksaan Agung melakukan perbuatan pidana dimaksud.

Meskipun Kejaksaan tidak menggunakannya sebagai alat bukti di persidangan, hal itu tidak dapat dikualifisir sebagai perbuatan melawan hukum. Tidak ada satu ketentuan pun dalam hukum acara pidana yang mewajibkan Kejaksaan Agung menggunakan semua barang sitaan sebagai alat bukti dalam perkara pidana, tulis Kejaksaan dalam jawaban yang ditandatangani Yoseph Suardi Sabda dan Laswan.

Berdasarkan catatan hukumonline, gugatan Madona bukan langkah hukum pertama terhadap Kejaksaan Agung berkaitan dengan barang sitaan. Beberapa waktu lalu, Kejaksaan digugat ahli waris HM Sahal Ma'mum (almarhum) ke PN Jakarta Selatan. Melalui pengacaranya, almarhum menggugat Kejaksaan lantaran tidak mengembalikan barang bukti sitaan kepada ahli waris almarhum. Padahal, barang bukti disita dari Sahal Ma'mum semasa hidup. Sebelum perkara disidangkan, Sahal meninggal dunia, dan karenanya hak jaksa untuk menuntut gugur dengan sendirinya. Ternyata, barang bukti diserahkan jaksa kepada pihak lain.

Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar